Mengenai Saya

Foto saya
bayu adalah seorang yang sangat menyukai suatu tantangan tertentu, tapi terkadang malas, wlopun begitu saat bayu punya suatu tekad, dia akan menjalankannya dg 100% dan dg semangad membara......

Sabtu, 14 November 2009

Alergi dan Stevens Johnson Syndrome

Alergi dan Stevens Johnson Syndrome
Hannah K Damar


Seorang anak sering sakit-sakitan, batuk pilek, kadang demam dan gatal-gatal pada tangan dan kaki yang hilang timbul. Hampir setiap minggu dia pergi ke dokter. Banyak dokter dia datangi. Namun, penyakit anak ini tidak kunjung sembuh sampai akhirnya dia memutuskan berobat ke luar negeri. Ternyata di sana penyakit ini sembuh dengan sendirinya. Dia pun kembali ke Tanah Air. Akan tetapi, yang terjadi, anak ini kembali sakit. Akhirnya dia menyadari ada sesuatu yang tidak cocok, mungkin alergi sebagai penyebabnya. Setelah dilakukan tes ternyata debu yang berasal dari karpet dan sofa yang jarang dibersihkan yang menjadi penyebabnya. Setelah barang-barang tersebut dibersihkan dan dipindahkan, kini anak itu jarang sakit-sakitan lagi.


Contoh kasus di atas menunjukkan alergi terhadap sesuatu bisa menimbulkan penyakit yang berkepanjangan. Untungnya alergi seperti itu tidak berlebihan dan bisa diketahui sumbernya sehingga bisa dihindari. Namun, ada pula alergi yang timbul secara berlebihan dan bermanifestasi sebagai keadaan yang berpotensi fatal yang dikenal dengan Stevens Johnson Syndrome (SJS).


Istilah Stevens Johnson Syndrome akhir-akhir ini memang kerap terdengar di media massa. Meskipun nama penyakit ini sudah lama dikenal di kalangan medis, namun karena penderitanya jarang sehingga kurang diketahui masyarakat.


SJS bisa terjadi karena adanya kompleks imun di dalam tubuh. Ketika terjadi ikatan antara antigen dan antibodi yang disebut sebagai kompleks imun, kompleks imun tersebut menimbulkan reaksi pada tempat dia mengendap sehingga menimbulkan kerusakan jaringan. SJS ini secara khusus melibatkan kulit dan membran mukosa atau selaput lendir.


SJS sebetulnya merupakan reaksi hipersensitivitas. Gell and Combs membagi reaksi hipersensitivitas menjadi empat kelompok:
- Pertama adalah reaksi anafilaksis, yaitu reaksi yang sangat cepat timbul dan sering fatal, biasanya reaksi ini diperantarai IgE.
- Kedua adalah reaksi sitotoksik yang menyebabkan kematian dan kerusakan sel.
- Kelompok ketiga, yakni reaksi imun kompleks. Reaksi ini terjadi jika ada alergen dari luar, misalnya, obat-obatan yang bereaksi dengan antibodi yang ada dalam tubuh. Kemudian antibodi dan alergen bersatu dan kompleks imunnya merusak organ-organ tertentu.
- Keempat, yaitu reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi alergi ini tidak segera terjadi, tetapi justru berlangsung setelah beberapa hari atau minggu. Contoh yang dapat kita jumpai adalah pemakaian kosmetik yang baru menimbulkan alergi setelah beberapa kali pemakaian. SJS diduga merupakan bagian dari reaksi kelompok tiga atau empat. Selain itu, contoh yang paling jelas juga kalau kita membuat reaksi pada kulit dengan melakukan tes mantoux. Reaksinya baru bisa dibaca tiga hari kemudian.


Penyebab SJS itu sendiri bisa dikategorikan empat kelompok, yakni obat- obatan, infeksi, keganasan seperti kanker, serta penyebab yang tidak diketahui pasti atau idiopatik. SJS bisa disebabkan oleh obat-obatan seperti antibiotika golongan penisilin, cefalosforin, dan sulfa, obat-obatan anti nyeri seperti non steroid anti inflammatory drugs (NSAIDs) allopurinol untuk asam urat, phenytoin, karbamazepin, barbiturat untuk obat anti kejang dan antilepsi. Contoh penyebab infeksi adalah virus herpes simplex (HSV), AIDS, infeksi virus coxsackie, influensa, hepatitis, mumps (gondongan), infeksi mycoplasma, lymphogranuloma venereum (LGV), infeksi ricketsia, dan variola. Infeksi bakteri, misalnya, disebabkan oleh grup A beta streptokokus, diptheria, brucellosis, mycobacteriae, mycoplasma pneumonia, tularemia, dan typhoid.


Infeksi juga bisa disebabkan oleh jamur seperti coccidiodomycosis, dermatophytosis, dan histoplasmosis. Sementara infeksi parasit seperti pada penderita malaria dan trichomoniasis. Pada anak-anak infeksi sering terjadi disebabkan oleh virus Epstein Barr dan enterovirus.


Penyebab lainnya adalah kanker seperti karsinoma dan limfoma. Kita harus ingat di satu sisi, yaitu sekitar 25 persen-50 persen penderita SJS tak jelas penyebab pastinya. Untuk orang dewasa SJS biasanya disebabkan kanker dan obat-obatan. Adapun pada anak lebih banyak karena infeksi.


Untuk pencegahannya adalah dengan cara menghindari alergen karena memang penyebab masalahnya adalah alergi. Nah, hal inilah yang sulit karena sering kali kita tak mengetahui alergi yang ada pada diri kita sendiri.


SJS biasanya mulai timbul dengan gejala-gejala seperti infeksi saluran pernapasan atas yang tidak spesifik, kadang-kadang 1-14 hari. Ada demam, susah menelan, menggigil, nyeri kepala, rasa lelah, sering kali juga muntah- muntah dan diare. Muncul kelainan kulit, seperti koreng, melepuh, sampai bernanah, serta sulit makan dan minum. Bahkan juga mengenai saluran kencing menyebabkan nyeri.


Kelainan kulit bisa dimulai dengan bercak kemerahan tersebar hingga tumbuh lenting-lenting yang berair dan membesar hingga menimbulkan koreng, terutama pada selaput lendir seperti di hidung, mulut, mata, alat kelamin, dan lain-lain. Berat ringannya manifestasi klinis SJS bervariasi pada tiap individu bisa dari yang ringan sampai berat menimbulkan gangguan pernapasan dan infeksi berat sampai mematikan.


Selain SJS, ada pula bentuk alergi lain yang dikenal dengan Toxic Epidermal Necrolysis Syndrome (TENS). Bedanya, kalau pada SJS terutama terjadi antara selaput lendir dengan kulit seperti hidung, mata, mulut serta alat-alat vital sampai anus, sedangkan TENS menyebabkan kulit melepuh, mengelupas seperti ketika kulit habis terbakar.


Penyakit SJS bisa mengenai semua umur dari anak-anak sampai orangtua, laki-laki dan perempuan, walaupun dilaporkan banyak wanita yang cenderung terkena SJS dibandingkan dengan laki-laki seperti yang diungkap dalam website SJS. Namun, kecenderungan ini tidak menyebutkan diskriminasi rasial atau diskriminasi seksual.


SJS juga bisa mengenai mata dan menimbulkan kebutaan akibat adanya peradangan pada kornea atau selaput bening mata. Jika terjadi infeksi atau inflamasi pada seluruh bola mata disebut panophthalmitis. Kasus ini terjadi pada sekitar 3 persen-10 persen pasien. SJS bisa menyebabkan perlukaan pada alat kelamin hingga menjadi jaringan parut dan menyebabkan kesulitan berkemih.


Dalam praktik sehari-hari sebaiknya dokter dan pasien saling mengingatkan apakah ada alergi terhadap obat-obatan tertentu bila akan diberikan obat- obatan. Pertanyaan singkat dari seorang dokter tentang apakah si pasien alergi terhadap sesuatu sangat penting untuk diperhatikan karena hal ini sangat menentukan obat-obatan yang bakal diberikan untuk mengurangi sakit pasien. Misalnya, bila pasien alergi dengan antalgin dokter pasti tidak akan memberikan obat yang mengandung antalgin.


Jika pasien tidak mengetahui jenis obatnya, minimal memberitahukan ke dokter penyakit yang pernah diderita dan juga gejala yang pernah dirasakan setelah minum obat tertentu. Pasien jangan ragu mengatakan kepada dokter jika memang mengalami banyak alergi, misalnya, sering bersin karena debu, suka gatal-gatal jika makan makanan tertentu. Hal ini sangat membantu dokter untuk berhati-hati memberikan obat terlebih lagi jika pasien menyadari adanya alergi dengan obat tertentu. Yang sulit adalah kalau pasien tidak pernah tahu ada riwayat alergi sebelumnya sehingga dokter sulit memprediksikan kemungkinan reaksi alergi. Reaksi seperti ini bisa saja terjadi. Biasanya dokter akan berhati-hati dengan melakukan tes kulit sebelum memberikan obat terutama suntikan antibiotika. Namun, cara ini juga masih mempunyai keterbatasan karena tidak semua obat bisa dilakaukan tes kulit mengingat berat molekul obat tersebut.


Tes kulit yang negatif tidak berarti bahwa pasien pasti 100 persen tidak akan alergi terhadap obat tersebut, karena tes dilakukan dalam waktu singkat. Saat dilakukan tes kulit tidak ada gatal, tidak ada bentol sama sekali ataupun kemerahan, tetapi ketika obat tersebut disuntikkan bisa saja masih timbul reaksi. Tes kulit positif menunjukkan pasien ini alergi sehingga dokter tidak akan memberikan obat tersebut karena ada kemungkinan besar akan timbul reaksi alergi.


Memang untuk menilai ada tidaknya alergi adalah dengan challenge test, artinya orang tersebut diberikan obat dahulu untuk mengetahui alergi atau tidak. Apabila timbul reaksi, berarti pasien tersebut mengalami alergi. Masalah kembali muncul ketika challenge test itu ternyata langsung menimbulkan reaksi yang berlebihan dan fatal. Dalam hal ini tes seperti ini tidak dilakukan.


SJS tidak hanya terjadi karena obat suntikan. Namun, bisa juga timbul karena obat yang diminum. Kasus demikian banyak terjadi dan cukup menyulitkan dokter dalam mengobati.
SJS ini bisa disembuhkan bila pasien cepat datang mencari pertolongan dan reaksi yang timbul tidak berat. Tingkat kematian juga tidak tergolong tinggi mencapai 3 persen-15 persen, tetapi jika sudah terkena SJS bisa berpotensi mematikan.


Dr Hannah K Damar, Sp KK Pengajar FK UPH dan Dokter Spesialis Penyakit Kulit dan Kelamin, Siloam Gleneagles Hospital Lippo Karawaci Siloam HealthCare Group

Tidak ada komentar:

Posting Komentar